Jumat, 28 Desember 2012

Warisan Sukong


Halo teman-teman semua... Kali ini kami ingin membagikan salah satu hasil sesi yang ada di MUKERNAS XIV lalu. Sesuai dengan judul notes, kali ini kami akan membahas mengenai Warisan Sukong yang dibawakan oleh Ko Awi pada sesi 1 mengenai BUDDHAYANA VALUE. Berikut Liputannya ;)

Teman-teman semua kenal Sukong? Ya, Sukong atau biasa dikenal dengan Ashin Jinarakkhita merupakan pelopor agama Buddha di Indonesia. Sukong juga merupakan penggagas istilah "Sanghyang Adi Buddha" untuk sebutan Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Buddha sehingga akhirnya agama Buddha diresmikan menjadi agama yang boleh dianut oleh masyarakat Indonesia.

Warisan Sukong terdiri dari warisan yang berwujud dan warisan yang tidak berwujud. Warisan dari Sukong yang berwujud atau warisan yang kasat mata antara lain umat, vihara, buku-buku, dan lain-lain. Sementara itu, warisan Sukong yang tidak berwujud ada banyak sekali bila dijelaskan, antara lain nilai, ajaran, dan prinsip. Apa saja yang bisa kita teladani dari Sukong dan apa saja yang telah dilakukan oleh beliau?

Yang pertama, karena Sukong, agama Buddha menjadi agama resmi di Indonesia. Pada waktu itu, agama Buddha belum diakui di Indonesia karena tidak ada istilah untuk menyebut Tuhan, sedangkan teman-teman tahu sendiri 'kan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa telah tercantum di dasar negara kita, Pancasila sila pertama. Akhirnya, Sukong menyebutkan Sanghyang Adi Buddha sebagai istilah Tuhan Yang Maha Esa dan agama Buddha resmi menjadi agama yang boleh dianut di Indonesia. (Terima kasih banyak, Sukong \[^0^]/). Yang kedua, Sukong mengajarkan kita untuk hidup berkesadaran (meditatif), selalu sadar. Yang ketiga, hidup vegetarian. Yang keempat, kesetaraan gender. Hal ini dibuktikan dengan munculnya Sangha Bhikkhuni. Yang kelima, pelayanan tanpa melekat tempat tinggal.Ko Awi menyebut istilah"BLUSUKAN" yang artinya turun lapang. Sukong turun ke masyarakat dan mendengarkan aspirasi masyarakat, ke tempat kumuh sekalipun, kurang lebih mirip Bapak Jokowi, Gubernur DKI Jakarta. Yang keenam, nilai kesederhanaan, yaitu berarti selalu merasa berkecukupan. Ko Awi menceritakan bahwa pada saat itu, Sukong sedang pergi meninggalkan kediamannya, kemudian beberapa umat mengganti kasur Sukong dengan springbed agar lebih nyaman. Namun ternyata ketika Sukong pulang, walaupun letih, beliau meminta mengganti kasur springbed dengan kasurnya yang lama. Setelah kasur kembali diganti, barulah Sukong mau beristirahat. Dan poin yang terakhir dalam sesi ini, menolong tanpa diketahui alias tulus ikhlas ^^. Analoginya, seekor angsa yang terus maju di atas air, tidak nampak bagian kakinya yang bekerja sehingga memberikan dampak angsa tersebut maju, tapi kakinya tidak terlihat.

Nah, banyak sekali bukan warisan dari Sukong? Belum lagi warisan-warisan lainnya yang belum disebutkan di notes ini...
Apa yang harus kita lakukan sebagai Pemuda Buddhayana? Tentu saja menjaga agar warisan Sukong tidak punah. PR untuk kita semua adalah konsolidasi dan berbenah diri serta berkontribusi demi tidak hancurnya warisan Sukong :)


Tidak ada komentar :

Posting Komentar